Kehidupan Masyarakat pada Masa Hindu-Buddha
Agama Hindu dan Buddha merupakan dua agama yang bermula dari Asia Selatan. Negara India merupakan negara cikal bakal dari berkembangnya kedua agama itu ke negara lain. Selain di India, Bangladesh pun menjadi negara yang penyebaran kedua agama itu cukup pesat. Agama Hindu dan Buddha beserta kebudayaannya yang dibawa oleh para pedagang dari India berpengaruh pada perkembangan masyarakat, kebudayaan, dan pemerintah negara yang didatanginya.
1. Masuknya Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia
Agama Hindu dan Buddha berasal dari India kemudian menyebar ke Asia Timur. Asia Tenggara termasuk Indonesia. Indonesia sebagai negara kepulauan letaknya sangat strategis, yakni terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera (Indonesia dan Pasifik) yang merupakan daerah persimpangan lalu lintas perdagangan dunia.
Awal abad Masehi, jalur perdagangan tidak lagi melewati jalur darat (jalur sutera) tetapi beralih ke jalur laut, sehingga secara tidak langsung perdagangan antara Tiongkok dan India melewatii selat Malaka. Untuk itu Indonesia iku berperan aktif dalam perdagangan itu. Akibatnya, terjadilah kontak atau hubungan antara Indonesia dengan India, dan Indonesia dengan Tiongkok. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab masuknya budaya India ataupun budaya Tiongkok ke Indonesia.
Mengenai siapa yang membawa / menyebarkan agama Hindu-Buddha ke Indonesia, tidak dapat diketahui secara pasti, walaupun demikian para ahli memberikan pendapat tentang proses masuknya agama Hindu-Buddha atau kebudayaan India ke Indonesia. Untuk penyebaran Agama Hindu ke Indonesia terdapat beberapa pendapat atau teori, antara lain;
- Teori Ksatria oleh Prof. Dr. Ir. J.L. Moens, berpendapat bahwa yang membawa agama Hindu ke Indonesia adalah kaum Ksatria atau golongan prajurit, karena ada kekacauan politik atau peperangan di India abad ke 4-5 M, maka prajurit yang kalah perang terdesak dan menyingkir ke Indonesia, bahkan diduga mendirikan kerajaan di Indonesia.
- Teori Waisya oleh Dr. N.J.Krom, berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum pedagang yang datang untuk berdagang ke Indonesia, bahkan diduga ada yang menetap karena menikah dengan orang Indonesia.
- Teori Brahmana oleh J. C. Vanleur, berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum Brahmana karena hanyalah kaum Brahmana yang berhak mempelajari dan mengerti isi kitab Suci Weda. Kedatangan Kaum Brahmana itu diduga karena undangan Penguasa atau Kepala Suku di Indonesia atau sengaja datang untuk menyebarkan agama Hindu ke Indonesia.
Pada dasarnya ketiga teori itu memiliki kelemahan, yakni golongan ksatria dan waisya tidak menguasai bahasa Sanskerta. Sedangakan bahasa Sanskerta adalah bahasa sastra tertinggi yang dipakai dalam Kitab Suci Weda. Dan golongan Brahmana walaupun menguasai bahasa Sanskerta tetapi menurut kepercayaan Hindu tidak boleh menyeberangi laut. Di samping pendapat atau teori itu, terdapat pendapat yang lebih menekankan pada peranan Bangsa Indonesia sendiri, untuk penjelasannya simak ulasan berikut.
Teori Arus Balik dikembalikan oleh FD. K. Bosh. Teori ini menekankan peranan bangsa Indonesia dalam proses penyebaran kebudayaan Hindu dan Buddha di Indonesia. Menurutnya penyebaran budaya India di Indonesia dilakukan oleh para cendikiawan atau golongan terdidik. Golongan ini dalam penyebaran budayanya melakukan proses penyebaran yang terjadi dalam dua tahap yakni sebagai berikut;
- Pertama, proses penyebaran dilakukan oleh golongan pendeta Buddha (para biksu), yang menyebarkan agama Buddha ke Asia termasuk Indonesia melalui jalur dagang, sehingga di Indonesia terbentuk masyarakat Sangha, selanjutnya orang-orang Indonesia yang sudah menjadi biksu, berusaha belajar agama Buddha di India. Sekembalinya dari India mereka membawa kitab Suci, bahasa Sansekerta, kemampuan menulis, serta kebudayaan India. Dengan demikian, peran aktif penyebaran budaya India, tidak hanya orang India tetapi juga orang-orang Indonesia yakni para biksu Indonesia itu. Hal ini dibuktikan melalui karya seni Indonesia yang sudah mendapat pengaruh India masih menunjukkan ciri-ciri Indonesia.
- Kedua, proses penyebaran kedua dilakukan oleh golongan Brahmana terutama aliran Saiva-siddharta. Menurut aliran ini seseorang yang dicalonkan untuk menduduki golongan Brahmana harus mempelajari kitab agama Hindu bertahun-tahun sampai dapat ditasbihkan menjadi Brahmana. Setelah ditasbihkan,ia dianggap telah disucikan oleh Siva dan dapat melakukan upacara Vratyastome / penyucian diri untuk menghindukan seseorang.
Jadi hubungan dagang telah menyebabkan terjadinya proses masuknya penganut Hindu-Buddha ke Indonesia. Beberapa Hipotesis di atas menunjukan bahwa masuknya pengaruh Hindu-Buddha merupakan satu proses tersendiri yang terpisah namun tetap di dukung oleh proses perdagangan.
Untuk agama Buddha diduga adanya misi penyiar agama Buddha yang disebut dengan Dharmaduta, dan diperkirakan abad 2 Masehi agama Buddha masuk ke Indonesia. Hali ini dibuktikan dengan adanya penemuan arca Buddha yang terbuat dari perunggu diberbagai daerah di Indonesia antara lain Sempaga (Sulawesi Selatan), Jember (Jawa Timur), Bukit Siguntang (Sumatera Selatan). Dilihat dari ciri-cirinya, arca itu berasal dari langgam Amarawati (India Selatan) dari abad 2-5 Masehi. Dan disamping itu juga ditemukan arca perunggu berlanggam Gandhara (India Utara) di Kota Bangun, Kutai (Kalimantan Timur).
2. Pengaruh Hindu-Buddha terhadap Masyarakat Indonesia
Masuknya agama Hindu dan Buddha sejak awal abad ke 2 masehi telah berpengaruh terhadap beberapa aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia ini dapat dilihat dari peninggalan-peninggalan sejarah dalam berbagai bidang, antara lain;
a. Bidang Agama
sebelum Hindu Buddha masuk ke Indonesia, kepercayaan yang dianut di Indonesia adalah animisme dan dinamisme. Kemudian setelah Hindu-Buddha masuk ke Indonesia, kepercayaan ini tidak ditinggalkan begitu saja, tetapi telah terjadi percampuran (akulturasi) diantara keduanya. Hal ini dilihat dari segi pemujaan dewa-dewa dan roh nenek moyang.
b. Bidang Politik atau Pemerintahan
Sebelum Hindu Buddha masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia masih terdiri atas kelompok-kelompok yang dipimpin oleh kepala suku. Namun setelah Hindu Buddha datang ke Indonesia, kepala suku pun digantikan oleh raja yang dianggap sebagai keturunan dari dewa yang memiliki kekuatan, suci dan hampa. Hal ini tentunya akan memperkuat kedudukan raja untuk memerintah wilayah kerajaan secara turun-temurun.
c. Bidang Sosial
Setelah Hindu Buddha masuk ke Indonesia, terjadi perubahan terhadap tata kehidupan masyarakat Indonesia. Misal; Dalam masyarakat Hindu diperkenalkan sistem kasta dan dalam masyarakat Buddha diperkenalkan golongan biksu dan biksuni.
d. Bidang Pendidikan
Pendidikan berkembang pesat setelah adanya pengaruh Hindu, yakni masyarakat mendapat pendidikan yang dilakukan para pendeta Hindu dan Buddha. Mereka ada yang berguru kepada pendeta dengan pergi ke rumah-rumah pendeta atau berada di tempat khusus seperti wihara-wihara. Kaum Brahmana yang memberikan pendidikan serta mengajarkan agama Hindu kepada masyarakat di daerah-daerah, membuka tempat-tempat pendidikan yang dikenal Pasraman. Di Pasraman inilah, masyarakat Indonesia mendapatkan berbagai pengetahuan yang diajarkan para Brahmana.
e. Bidang Arsitektur
Pengaruh Hindu Buddha dalam bidang arsitektur dapat dilihat dari bangunan candi. Walaupun bangunan candi merupakan pengaruh dari India, namun dalam arsiteturnya terdapat perpaduan dengan arsitektur punden berundak-undak pada zaman Megalithikum.
f. Bidang Seni Rupa atau Lukis
Unsur seni rupa atau seni lukis India telah masuk ke Indonesia. Hal ini terbukti dengan telah ditemukannya area Buddha berlanggam Gandara di kota Bangun, Kutai. Juga patung Buddha berlanggam Amarawati ditemukan di Sikendeng (Sulawesi Selatan). Seni rupa India pada Candi Borobudur pada umumnya lebih menunjukkan suasana alam Indonesia, terlihat dengan adanya lukisan rumah panggung dan hiasan burung merpati. Di samping itu juga terdapat hiasan perahu bercadik. Lukisan-lukisan itu merupakan lukisan asli Indonesia, karena lukisan seperti itu tidak pernah ditemukan pada candi-candi yang ada di India.
g. Bidang Bahasa
Kerajaan-kerajaan Hindu Buddha di Indonesia meninggalkan beberapa prasasti besar berhuruf pallawa dan Bahasa Sanskerta. Dalam perkembangan selanjutnya bahkan hingga saat ini, bahasa Indonesia memperkaya diri dengan adanya bahasa sanskerta itu. Kalimat atau kata-kata bahasa Indonesia yang merupakan hasil serapan dari bahasa sanskerta yakni Pancasila, Dasa Dharma, Kartika Eka Paksi, Parasamya Purnakarya Nugraha, dan sebagainya.
3. Kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia
Negara Indonesia banyak ditemukan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha. Kerajaan-kerajaan itu antara lain;
a. Kerajaa Kutai
Kerajaan Kutai berdiri sekitar tahun 400-500 M. Kerajaan ini merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Kerajaan ini terletak di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Mengenai Kerajaan Kutai dapat diketahui dari tujuh buah prasasti yang ditemukan di Muara Sungai Kaman. Dari prasasti yang ditemukan itu diketahui bahwa raja pertama Kerajaan Kutai adalah Kudungga.
Raja terbesar Kerajaan Kutai adalah Mulawarman. Raja Mulawarman dikenal sangat dekat dengan rakyatnya. Diceritakan bahwa Raja Mulawarman sangat dermawan. Ia memberikan 20.000 ekor lembu kepada Brahmana di suatu tempat yang disebut Wafrakeswara. Wafrakeswara adalah tempat suci untuk memuja Dewa Siwa. Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa Raja Mulawarman menganut agama Hindu Siwa.
Dari besarnya sedekah Raja Mulawarman dan perhatiannya mengenai keadaan masyarakat, dapat diketahui bahwa Kutai sangat makmur. Kemakmuran ini didukung oleh peranan Kerajaan Kutai yang besar dalam pelayanan dan perdagangan dunia. Hal ini disebabkan karena letak Kutai yang sangat strategis, yakni berada dalam jalur perdagangan utama Tiongkok-India.
b. Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Hindu tertua kedua yakni kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Kerajaan ini didirikan sekitar 400 M. Wilayah kerajaannya meliputi hampir seluruh Jawa Barat, yang membentang dari Banten, Jakarta, Bogor, dan Cirebon. Kerajaan ini berkembang sekitar abad VI-VII Masehi. Kerajaan Tarumanegara mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Raja Purnawarman. Dalam masa pemerintahannya, Tarumanegara menjalin hubungan yang erat dengan negara-negara tetangga lainnya.
Sumber berita Kerajaan Tarumanegara salah satunya diperoleh dari catatan seorang musafir Tiongkok yang bernama Fa-Hien. Fa-Hien dalam perjalanannya ke India singgah di Ye-Po-Ti (Pulau Jawa) karena perahu yang ditumpanginya dilanda topan. Fa-Hien mengatakan bahwa di To-lo-mo (Tarumanegara) pada 414 M belum banyak orang yang beragama Buddha.
Terdapat tujuh prasasti yang dapat menjadi sumber informasi kehidupan pada zaman kerajaan Tarumanegara. Prasasti-prasasti itu, yakni sebagai berikut;
1) Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan ditepi sungai Ciarunteun, dekan muara sungai Cisadane Bogor prasasti ini menggunakan huruf Pallawa dan Bahasa Sanskerta. Di samping itu terdapat lukisan semacam laba-laba serta sepasang telapak Raja Purnawarman.
Gambar telapak kaki pada prasasti Ciaruteun mempunyai dua arti yakni cap telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah itu (tempat ditemukan prasasti itu. Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan dan eksistensi seseorang (biasanya penguasa) sekaligus penghormatan sebagai dewa. Hal ini berarti menegaskan kedudukan Purnawarman yang diibaratkan dewa Wisnu maka dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat.
2) Prasasti Tugu
Prasasti Tugu di Museum Nasional. Prasasti Tugu di temukan di daerah Tugu kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Prasasti ini dipahatkan pada sebuah batu bulat panjang melingkar dan isinya paling panjang dibanding dengan prasasti Tarumanegara yang lain, sehingga ada beberapa hal yang dapat diketahui dari prasasti itu.
Prasasti Tugu menyebutkan nama dua buah sungai yang terkenal di Punjab yakni sungai Chandrabaga dan Gomati. Dengan adanya keterangan dua buah sungai itu menimbulkan tafsiran dari para sarjana salah satunya menurut Poerbatjaraka. Sehingga secara Etimologi (ilmu yang mempelajari tentang istilah) sungai Chandrabaga diartikan sebagai kali Bekasi.
Prasasti Tugu juga menyebut konsep penanggalan walaupun tidak lengkap dengan angka tahunnya yang disebutkan adalah bulan phalguna dan caitra yang diduga sama dengan bulan Febuari dan April. Prasasti Tugu yang menyebutkan dilaksanakannya upacara selamatan oleh Brahmana disertai dengan seribu ekor sapi yang dihadiahkan raja.
3) Prasasti Jambu
Prasasti Jambu atau prasasti Pasir Koleangkak, ditemukan di bukit Koleangkak di perkebunan jambu, sekitar 30 Km sebelah barat Bogor, tulisan pada prasasti ini menggunakan bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa serta terdapat gambar telapak kaki yang isinya memuji pemerintahan raja Mulawarman.
4) Prasasti Muara Cianten
Prasasti Muara Cianten, ditemukan di Bogor, tertulis dalam aksara ikal yang belum dapat dibaca. Disamping tulisan terdapat lukisan telapak kaki.
5) Prasasti Kebonkopi
Prasasti Kebonkopi ditemukan di kampung Muara Hilir kecamatan Cibungbulang Bogor. Yang menarik dari prasasti ini adalah adanya lukisan telapak kaki gajah, yang disamakan dengan tapak kaki gajah Airawata, yakni gajah tunggangan dewa Wisnu.
6) Prasasti Pasir Awi
Prasasti Pasir Awi ditemukan di daerah Leuwiliang, juga terdapat tulisan dalam aksara ikal yang belum dapat dibaca.
7) Prasasti Cidanghiyan
Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Lebak, ditemukan di kampung Lebak di tepi sungai Cidanghiang, kecamatan Munjul kabupaten Pandeglang, Banten. Prasasti ini baru ditemukan tahun 1947 dan berisi dua baris kata berbentuk puisi dengan huruf Pallawa dan Bahasa Sanskerta, yang isinya mengagungkan keberanian raja Purnawarman.
c. Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan ini berdiri pada abad VII Masehi dan berpusat di Palembang. Sriwijaya mencapai kemajuan di segala aspek kehidupan masyarakat ketika dipimpin Raja Balaputradewa. Balaputradewa bahkan sudah menjalin hubungan dengan kerajaan Benggala dan kerajaan Chola di India. Di bawah pemerintahan Balaputradewa, kerajaan ini disegani berkat kekuatan armada lautnya. Sriwijaya juga menjadi pusat perdagangan yang kuat karena terletak di jalur perdagangan nasional dan internasional. Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat perdagangan dunia di Asia Tenggara dan menjadi pusat perkembangan agama Buddha.
Selain prasasti, informasi tentang Sriwijaya banyak diperoleh dari catatan Dinasti Tang di Tiongkok dan dari catatan I Tsing, seorang musafir Tiongkok yang belajar paramasastra Sansekerta di Sriwijaya. Dinasti Tang mencatat bahwa utusan Sriwijaya pernah datang ke Tiongkok, yakni tahun 971, 972, 975, 980, dan tahun 983. Itulah sebabnya ditemukan catatan tentang Sriwijaya dalam Prasasti Kanton.
Informasi tentang Kerajaan Sriwijaya diperoleh dari berbagai sumber, salah satunya yakni dari prasasti. Prasasti yang membuktikan keberadaan Kerajaan Sriwijaya, diantaranya;
1) Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti Kedukan Bukit, ditemukan di tepi Sungai Batang dekat Kota Palembang tahun 683 M. Isi prasasti ini, menceritakan perjalanan suci Dapunta Hyang dengan perahu dari Minangtamwan (Minangkabau) pada tanggal 7 paro terang bulan Jyestha tahun 682 dengan membawa tentara sebanyak 20.000 orang. Pada tanggal 5 paro terang bulan Asadha mereka datang dan membuat kota dan kerajaan Sriwijaya memperoleh kemenangan.
2) Prasasti Talang Tuo
Prasasti ini ditemukan di kota Talang Tuo tahun 684 M. Isinya, menceritakan pembuatan taman Sriksektra atas perintah Dapunta Hyang Sri Jayanaga untuk kemakmuran rakyat disertai doa-doa agama Buddha Mahayana.
3) Prasasti Telaga Batu
Prasasti ini ditemukan di daerah Palembang tahun 683 M. Isinya menceritakan tentang kutukan-kutukan raja terhadap siapa saja yang tidak taat dan melakukan kejahatan.
4) Prasasti Karang Berahi
Prasasti ini ditemukan di Sungai Menduk di Pulau Bangka tahun 686 M. Isinya menceritakan tentang;
- Usaha Sriwijaya menaklukkan Bhumi Jawa yang tidak setia pada Sriwijaya,
- Doa permintaaan kepada para dewa agar menjaga kesatuan Sriwijaya. Disebutkan juga bahwa bhumi Jawa tidak mau kepada Sriwijaya kemakmuran rakyat disertai doa-doa agama Buddha.
Kerajaan Sriwijaya mulai mengalami kemunduran sekitar abad ke-11 M. Ini diawali dengan terjadinya peperangan melawan Kerajaan Colamandala dari India pada tahun 1023. Selain itu, kemunculan Kerajaan Majapahit yang berniat menundukkan seluruh Nusantara semakin memperlemah Kerajaan Sriwijaya, hingga akhirnya kerajaan ini menghilang pada abad ke-13 M.
d. Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno juga diketahui dari prasasti-prasasti yang ditemukan. Di samping prasasti, informasi tentang Mataram juga dapat diperoleh dari candi-candi, kitab cerita Parahyangan (Sejarah Pasundan), dan Berita Cina. Kerajaan yang diperkirakan berdiri pada abad ke-7 ini terletak di daerah pedalaman Jawa Tengah, kemudian besar di daerah Kedu sampai sekitar Prambanan (berdasarkan letak prasasti yang ditemukan). Kerajaan yang terletak di antara pegunungan dan sungai-sungai besar seperti Bengawan Solo ini mula-mula diperintah oleh Raja Sanna. Raja Sanna kemudian digantikan oleh Raja Sanjaya. Sanjaya adalah seorang raja yang bijaksana. Pada pemerintahannya, rakyatnya hidup makmur.
Pada masa pemerintahan Sanjaya, ada dinasti lain yang lebih besar, yakni Dinasti Syailendra. Keluarga Sanjaya beragama Hindu dan keluarga Syailendra beragama Buddha. Setelah Sanjaya, Mataram kemudian diperintah oleh Syailendra Sri Maharaja Dyah Pancapana Rakai Panangkaran. Dari namanya, raja ini berasal dari kedua keluarga itu. Setelah Panangkaran, Mataram terpecah menjadi Mataram Hindu dan Mataram Buddha. Namun, pada tahun 850, Mataram kembali bersatu dengan menikahnya Rakai Pikatan dan Pramodharwani, putri keluarga Syailendra. Setelah Pikatan, Mataram diperintah oleh Balitung (898-910) yang bergelar Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung. Balitung adalah raja terbesar Mataram. Wilayah kekuasaannya meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada masanyalah dibuat prasasti yang berisi nama-nama raja sebelumnya sampai dirinya. Setelah Balitung, berturut-turut memerintah Daksa (910-919), Tulodong (919-924), dan Wawa (824-929). Mataram kemudian diperintah oleh Sindok (929-(949) keponakan Wawa dari keluarga Ishana karena Wawa tidak mempunyai anak. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Dinasti Sanjaya.
Mpu Sindhok kemudian memindahkan Ibu Kota Kerajaan ke Jawa Timur karena sering meletusnya Gunung Merapi dan juga Mataram sering diserang oleh Sriwijaya. Kerajaan Mataram di Jawa Timur ini sering disebut Kerajaan Medang. Mpu Sindhok merupakan penguasa baru di Jawa Timur dan mendirikan wangsa Isyana. Keturunan Mpu Sindok sampai Airlangga tertulis di Prasasti Calcuta (1042) yang dikeluarkan oleh Airlangga. Setelah Sindhok, Raja Dharmawangsa (991-1016) bermaksud menyerang Sriwijaya, tapi belum berhasil.
Pemerintahan diakhiri dengan peristiwa pralaya, yakni penyerangan raja Wora Wari. Pengganti Dharmawangsa adalah Airlangga, menantunya, yang berhasil lolos dari peristiwa pralaya. Airlangga berhasil membangun kembali Kerajaan Medang di Jawa Timur. Airlangga terkenal sebagai raja yang bijaksana, digambarkan sebagai Dewa Wisnu. Pada akhir pemerintahannya Airlangga membagi kerajaannya menjadi Jenggala (Singasari) dan Panjalu (Kediri). Namun, kerajaan yang bertahan adalah Kerajaan Kediri. Airlangga wafat pada tahun 1049. Dengan demikian, berakhirlah Kerajaan Mataram Kuno.
e. Kerajaan Medang Kamulan
Kerajaan Medang Kamulan adalah kerajaan di Jawa Timur, pada abad ke 10. Kerajaan ini merupakan kelanjutan Dinasti Sanjaya (Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah), yang memindahkan pusat kerajaannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Pemindahan pusat kerajaan itu diduga dilatarbelakangi karena letusan Gunung Merapi, kemudian Raja Mataram Kuno Mpu Sindhok pada tahun 929 memindahkan pusat kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Menurut catatan sejarah (beberapa prasasti), Kerajaan Medang Kamulan terletak di Jawa Timur, yakni di Watu Galuh, sekitar tepi sungai Brantas. Ibu kotannya bernama Watan Mas. Sekarang kira-kira adalah wilayah Kabupaten Jombang (Jawa Timur).
Pendiri Kerajaan Medang Kamulan adalah Mpu Sindok, sekaligus pendiri Dinasti Isyana, yang menurunkan raja-raja Medang. Mpu Sindok sebagai raja pertama Medang Kamulan dengan gelar Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isana Wikrama Dharmatunggadewa.
Sepeninggalan Mpu Sindo Kerajaan Medang diperintah oleh Dharmawangsa Teguh. Dia merupakan cucu Mpu Sindok. Dhamawangsa Teguh memiliki tekat unutk memperluas daerah perdagangan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui sektor pertanian. Akan tetapi, niatnya terhalang oleh kekuasaan Sriwijaya. Kerajaan Medang akhirnya menyerang Kerajaan Sriwijaya, namun serangan itu tidak berhasil bahkan Sriwijaya membalas melalui Kerajaan Wurawari. Serangan itu diberi nama Pralaya Medang. Peristiwa itu, Dharmawangsa gugur.
Pada saat terjadi Pralaya Medang Airlangga/Erlangga Airlangga dapat melarikan diri ke hutan Wonogiri. Airlangga adalah putera dari Raja Bali Udayana dan Mahendradatta (saudara perempuan Dharmawangsa Teguh). Pada tahun 1019 M Airlangga dinobatkan sebagai raja. Airlangga dapat memulihkan kewibawaan Medang. Berbagai kebijakan Raja Airlangga, antara lain memperbaiki pelabuhan Hujung Galung yang letaknya di Kali Brantas, membangun waduk waringin sapta guna mencegah banjir; membangun jalan antara pesisir dengan pusat kerajaan. Berkat jerih payah Airlangga, Medang Kamulan mencapai kejayaan dan kemakmuran.
Setelah pemerintahan Airlangga berakhir, untuk menghindari perang saudara Mpu Bharada (guru sekaligus penasihat Raja Airlangga) membagi Kerajaan Medang Kamulan menjadi dua, yakni;
- Kerajaan Jenggala di sebelah timur diberikan kepada putra sulungnya yang bernama Mapanji Garasakan (Jayengrana), dengan ibu kota di Kahuripan (Jiwana).
- Kerajaan Kediri (Panjalu) di sebelah barat diberikan kepada putera bungsunya yang bernama Samarawijaya (Jayaswara), dengan ibu kota di Kediri (Daha).
f. Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri diawali masa pemerintahan Raja Airlangga yang membagi kerajaan menjadi 2 bagian, yakni Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) yang dibatasi dengan Gunung Kawi dan Sungai Brantas. Tujuannya supaya tidak ada pertikaian. Kerajaan Janggala terdiri atas Malang dan Delta Sungai Brantas dengan pelabuhan Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan. Sedangkan Kerajaan Panjalu (Kediri) meliputi, Kediri, Madiun.
Dalam Prasasti Malenga disebutkan bahwa Panjalu dapat dikuasai Jenggala dan nama Raja Mapanji Garasakan (1042-1052 M) diabadikan. Namun, pada peperangan selanjutnya, Kerajaan Panjalu (Kediri) berhasil menguasai seluruh tahta Airlangga.
Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaan ketika masa pemerintahan Raja Jayabaya. Daerah kekuasaannya meluas dari Jawa Tengah hingga hampir ke seluruh daerah Pulau Jawa. Selain itu, pengaruh Kerajaan Kediri juga masuk ke Pulau Sumatera yang dikuasai Kerajaan Sriwijaya. Kerajan Kediri juga masuk ke Pulau Sumatera yang dikuasai Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan pada saat itu semakin kuat ketika terdapat catatan dari kronik Tiongkok yang bernama Chou Ku-fei pada tahun 1178 M berisi tentang Negeri paling kaya di masa Kerajaan Kediri pimpinan Raja Sri Jayabaya. Bukan hanya daerah kekuasaannya saja yang besar, melainkan seni sastra yang ada di Kediri cukup mendapat perhatian. Dengan demikian Kerajaan Kediri semakin disegani pada masa itu.
Kerajaan Kediri runtuh pada masa pemerintahan Raja Kertajaya, dimana terjadi pertentangan antara raja dengan Kaum Brahmana. Raja Kertajaya dianggap melanggar agama dengan memaksakan mereka menyembah kepadanya sebagai dewa. Kaum Brahmana meminta pertolongan kepada Ken Arok, pemimpin daerah Tumampel yang ingin memisahkan diri dari Kediri. Kemudian terjadilah perang antara rakyat Tumampel yang dipimpin Ken Arok dengan Kerajaan Kediri. Akibatnya pada tahun 1222 Masehi, Ken Arok berhasil mengalahkan Kertajaya. Setelah kerajaan Kediri berakhir, kemudian Ken Arok mendirikan Kerajaan Singasari.
g. Kerajaan Singasari
Menurut kitab Paraton dan Negarakertagama, pendiri dan raja pertama Tumampel (Singasari) adalah Ken Arok. Dia sekaligus sebagai pendiri Dinasti Rajasa atau Dinasti Girindra, serta menjadi cikal bakal raja-raja Singasari dan Majapahit. Setelah membunuh Kertajaya, Ken Arok mendirikan Kerajaan Singasari pada tahun 1222 Masehi. Singasari merupakan salah satu kerajaan Hindu.
Keturunan Ken Arok yang berhasil membawa Singasari pada masa kejayaannya adalah Kertanegara. Pada masa pemerintahannya, Singasari dapat memperluas wilayah kerajaannya sampai di Sriwijaya dan Semenanjung Melayu. Pada tahun 1275 Raja Kertanegara mengirimkan tentaranya ke Melayu. Pengiriman pasukan ini dikenal dengan Ekspedisi Pamalayu. Ekspedisi ini berhasil menjalin hubungan persahabatan antara Singasari dan Melayu.
Pada tahun 1292, Masehi Singasari diserang oleh Jayakatwang, pewaris tahta Kerajaan Kediri sehingga pertahanan Singasari mulai goyah. Dalam serangan itu, Kertanegara bersama pembesar kerajaan lainnya gugur. Namun, keempat putrinya Kertanegara dan menantunya, Raden Wijaya selamat. Kertanegara dimakamkan di dua tempat yakni candi Jali dan candi Singasari. Nama Kertanegara diabadikan dalam area Buddha dengan nama Joko Dolog.
h. Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit terletak di sekitar Sungai Brantas dengan pusatnya di daerah Mojokerto. Majapahit merupakan puncak kejayaan di Jawa Timur, dan merupakan kerajaan terbesar di Indonesia. Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya, menantu Raja Kertanegara dari Singasari.
Setelah menjadi raja di Kerajaan Majapahit, Raden Wijaya bergelar Sri Kertarajasa Jayawardhana dan memerintah selama 16 tahun (1293-1309 M). Untuk memperkuat kedudukannya, Sri Kertarajasa menikahi empat orang putri Kertanegara, yakni Tribuwana (Prameswari), Dyah Duhita, Prajnaparamita, dan Dyah Gayati. Hasil pernikahan dengan Gayatri, kertarajasa dikaruniai dua anak perempuan, yakni Tribhuwanattunggadewi (Bhre Kahuripan) dan Rajadewi Maharaja (Bhre Daha) dan satu anak laki-laki dari Prameswari, yakni Jayanegara. Masa pemerintahan Kertarajasa terjadi berbagai kemelut politik dan pemberontakan yang dipimpin oleh Ranggalawe, Lembu Sora, dan Nambi.
Setelah Kertarajasa turun tahta dan digantikan oleh Jayanegara (Kala Gemet), pemberontakan tidak berhenti. Bahkan bertambah, antara lain pemberontakan yang dipimpin oleh Juru Demung, Gajah Biru, Semi, dan Kuti. Di antara pemberontakan yang dipimpin oleh Juru Demung, Gajah Biru, Semi, dan Kuti. Diantara pemberontakan itu, yang paling berbahaya, adalah pemberontakan yang dilakukan oleh Kuti. Kuti berhasil menduduki istana Majapahit sehingga membuat Jayanegara menyingkir ke Desa Badender. Dalam kemelut itu, muncul seorang bekel bhayangkari (kepala pasukan pengawal raja), yakni Gajah Mada yang berhasil menumpas pemberontakan Kuti. Tahta Majapahit akhirnya berhasil terselamatkan.
Pada 1328 M, Jayanegara dibunuh oleh Tanca seorang tabib istana. Ia kemudian dimuliakan dengan arca Wisnu di dalam pura di Silapetak dan Bubat serta arca Amogasidi di Sokhalia. Setelah wafat, Jayanegara digantikan oleh Tribhuwanattunggadewi. Pada masa pemerintahan Tribhuwanatunggadewi ini pun terjadi pemberontakan. Pemberontakan terbesar adalah pemberontakan Sadeng. Gajah Mada kembali menumpas pemberontakan ini pada 1331 M.
Atas jasanya, Gajah Mada diangkat sebagai mahapatih di bawah perintah ratu. Dalam acara pengangkatannya, Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa. Sumpah itu berisi pernyataan untuk tidak akan amukti palapa sebelum dia dapat menundukkan seluruh Nusantara, yakni Gurun (Maluku), Seram, Tanjungpura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, dan Tumasik.
Tribhuwanatunggadewi memerintah selama 21 tahun dan mengundurkan diri pada 1350 M. Ia kemudian digantikan oleh putrannya, Hayam Wuruk. Hayam Wuruk naik tahta pada 1350 M dengan gelar Sri Rajasanegara. Ia memerintah selama 39 tahun. Saat itu, jabatan mahapahit tetap dipegang oleh Gajah Mada. Keduanya berperan besar membawa Kerajaan Majapahit menuju puncak kejayaannya.
Di bawah pemerintahan Hayam Wuruk, daerah kekuasaan Kerajaan Majapahit meliputi seluruh Nusantara dengan beberapa daerah di luar Indonesia, antara lain Kedah, Pahang, Johor, dan Brunai Darussalam. Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit banyak mendirikan bangunan suci, seperti Candi Panataran di Blitar, Candi Sukuh di lereng Gunung Lawu, dan Candi Kedaton di Besuki.
Di bidang seni sastra, banyak para pujangga yang melahirkan karya-karya bermutu tinggi, antara lain Negarakertagama karya Empu Prapanca, Arjunawijaya dan Sutasoma karya Empu Tantular, Kuncarakarna, Parthayajna, Pararaton, Ranggalawe, Panjiwijayakrama, Sorandaka, dan Sundayana.
Kebesaran Majapahit lambat laun mengalami kesuraman pada masa akhir kekuasaan Hayam Wuruk. Kematian Gajah Mada pada 1364 M dan ibu Raja Hayam Wuruk, Tribhuwanatunggadewi menyebabkan Raja Hayam Wuruk kehilangan pegangan dalam menjalankan pemerintahannya. Intrik politik di antara keluarga raja kembali terjadi setelah Hayam Wuruk meninggal pada 1389 M.
Berikut beberapa hal yang menyebabkan Kerajaan Majapahit mengalami kemunduran;
- Setelah meninggalnya Hayam Wuruk dan Gajah Mada, tidak ada pemimpin yang cakap. Raja-raja pengganti Hayam Wuruk, seperti Wikramawardhana dan Suhita tidak mampu secara tegas menindak pembangkang yang dilakukan oleh Bhre Wirabhumi.
- Terjadi perselisihan keluarga yang berlarut-larut. Perselisihan ini berawal dari meletusnya perang saudara (1401-1406 M) yang disebut Perang Paregreg antara Wikramawardhana dan Bhre Wirabhumi.
- Akibat kekosongan kekuasaan sepeninggal Hayam Wuruk, banyak kerajaan bawahan yang melepaskan diri dan menjadi negara merdeka.
- Adanya serangan dan perebutan kekuasaan oleh pasukan Kediri ke Majapahit yang saat itu dikuasai oleh Bhre Wirabhumi pada 1478 M. Peristiwa ini diperingati dalam suatu candrasengkala (semacam kalimat sandi), yakni sirna ila kertaning bhumi yang berarti 1400 saka atau sama dengan tahun 1478 M.
- Munculnya Kesultanan Islam Demak dan Malaka yang mengambil alih pusat perdagangan di Nusantara.
Keberadaan Kerajaan Majapahit diketahui masih ada sampai abad ke-16. Namun kerajaan ini tidak memiliki pengaruh lagi. Kerajaan ini akhirnya hancur oleh serangan pasukan Demak di bawah pimpinan Adipati Unus.
4. Peninggalan-Peninggalan Masa Hindu-Buddha
Negara Indonesia banyak menyimpan peninggalan-peninggalan sejarah yang bercorak Hindu-Buddha. Peninggalan sejarah itu merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang harus dijaga karena merupakan bukti perkembangan kehidupan masyarakat di Nusantara. Selain itu dapat juga digunakan sebagai sumber belajar untuk mengembangkan ilmu pengetahuan sehingga dapat menambah Khazanah budaya Indonesia dalam aspek kehidupan manusia.
Peninggalan sejarah bercorak Hindu-Buddha di Nusantara, antara lain sebagai berikut;
a. Bangunan Candi
Candi adalah istilah dalam bahasa Indonesia yang merujuk kepada sebuah bangunan tempat ibadah dari peninggalan masa lampau yang berasal dari peradaban Hindu-Buddha. Digunakan sebagai tempat pemujaan dewa-dewa ataupun memuliakan Buddha. Akan tetapi, istilah candi tidak hanya digunakan oleh masyarakat untuk menyebut tempat ibadah saja, banyak situs-situs purbakala non-religius dari masa Hindu-Buddha atau klasik Indonesia, baik sebagai istana (kraton) pemandian (petirtaan), gapura, dan sebagainya, juga disebut dengan istilah candi.
b. Kitab
Kitap merupakan hasil karangan berupa kisah, catatan, atau laporan tentang suatu peristiwa atau kejadia. Isi kitab tidak berupa kalimat langsung, tetapi berupa puisi dalam sejumlah bait yang disebut kakawin. Misalnya, Kakawin Bharatyudha karya Empu Sedah dan Empu Panuluh, Arjunawiwaha karya Empu Kanwa. Smaradhana karya Empu Dharmaja, Negarakertagama karya Empu Prapanca, Sutasoma dan Pararaton karya Empu Prapanca.
c. Prasasti
Prasasti merupakan tulisan pada batu yang memuat berbagai informasi tentang sejarah, dan peringatan atau catatan suatu peristiwa. Misalnya, Prasasti Kutai, Prasasti Canggal, Prasasti Ciaruteun, Prasasti Talang Tuo, dan Prasasti Kota Kapur.
d. Patung (Arca)
Patung merupakan tiruan bentuk hewan, manusia maupun bentuk-bentuk lain. Patung berupa hewan dibuat karena hewan itu dianggap memiliki kesaktian. Patung berupa manusia dibuat untuk mengabadikan tokoh tertentu dan untuk menggambarkan dewa dewi. Patung (arca) sebagai peninggalan kebudayaan Hindu-Buddha, antara lain;
- Patung Hindu misalnya patung Syiwa Mahadewa, Bhairawa, Wisnu, Ganesha, dll.
- Patung Buddha, yakni patung peninggalan agama Buddha. Misalnya, Amonghapasa, dan Joko Dolog.
e. Relief
Relief merupakan pahatan atau gambar yang terdapat pada batu atau candi. Misalnya, salah satu relief yang dipahatkan pada dinding Candi Borobudur yang menceritakan kehidupan Buddha Gautama. Relief ini dikenal dengan Karma Wibangga yang dipahatkan dalam salah satu satu dinding Stupa Borobudur. Sedangkan relief di Candi Prambanan menceritakan tentang penculikan Dewi Shinta oleh Rahwana.
Demikianlah ulasan mengenai Kehidupan Masyarakat pada Masa Hindu-Buddha, yang pada kesempatan ini dapat dibahas dengan lancar, dan semoga ulasan di atas bermanfaat bagi para pembaca ataupun pengunjung. Kiranya cukup sekian, kurang lebihnya mohon maaf dan terima kasih.
*Rajinlah belajar demi Bangsa dan Negara, serta jagalah kesehatanmu!!!
*Kunjungan anda di sangat berarti!!! Semoga anda sukses!!!